Sebenarnya topik ilmu ekonomi adalah tingkah-laku manusia dalam masalah-masalah ekonomi, sehingga istilah ilmu ekonomi tingkah-laku kedengarannya berlebihan. Namun, ilmu ekonomi tingkah-laku memang agak berbeda dengan ilmu ekonomi neo-klasik, karena yang terakhir ini umumnya menjauhi studi empiris dan cenderung lebih memilih melakukan deduksi secara logis dari aksioma-aksioma yang rasional sempurna. Aksioma-aksioma neo-klasik memiliki postulat bahwa fungsi utilitas bersifat konsisten, di mana aktor-aktor ekonomi akan mengambil tindakan yang memaksimalkan utilitas (atau, dalam kondisi tidak pasti, memaksimalkan harapan utilitas).
Perbedaan antara teori tingkah-laku dan teori neo-klasik Secara empiris, praktek tingkah-laku memilih sebenarnya berbeda jauh dengan tingkah-laku yang diramalkan oleh aksioma-aksioma rasionalitas sempurna (lihat Kahneman et. aI. 1982). Lebih jauh, proses pengambilan keputusan dalam per-usahaan-perusahaan bisnis amat memperhati-kan penemuan alternatif-alternatif pilihan (misal-nya, Cyert dan March 1993 [19631), dan acapkali lebih mencari kepuasan ketimbang keoptimalan pilihan. Dalam teori neo-klasik, altematif-alternatif juga tersedia tetapi semua diperhitungkan di muka (Stigler 1961), dan tujuannya semata-mata adalah menggapai optimalitas yang mempengaruhi pasar atau keseluruhan perekonomian secara signifikan dan, kedua, bahwa aktor-aktor ekonomi bisa saja bersikap seolah-olah mereka memaksimalkan utilitas tapi tidak benar-benar memakai kalkulasi-kalkulasi yang semestinya. Pembela terbaik teori neo-klasik ini adalah Milton Friedman (1953). Berkenaan dengan argumen pertama, ahli ekonomi tingkah-laku akan menjawab bahwa perubahan dalam asumsi-asumsi tingkah-laku sebenarnya memiliki implikasi makroekonomi yang besar: misalnya, perbedaan antara prediksi-prediksi model Keynesian dan neo-klasik yang semuanya berkisar pada jarak antara model Keynesian dengan asumsi-asumsi rasionalitas sempurna, ketertarikan Keynes pada jiwa kebinatangan (kecenderungan mengejar keuntungan) dan kepada ilusi uang menjadi dua contoh yang paling jelas. Teori-teori klasik biasanya juga tidak sampai pada prediksi-prediksi yang definitif tentang efek-efek dari kebijakan ekonomi tanpa membuat sederet asumsi tambahan. Sebagai contoh, analisis ekonomi umumnya berasumsi bahwa orang mempersamakan utilitas dan kesejahteraan, dan bahwa altruisme (kebajikan) tidak ada dalam kalkulasi-kalkulasi ekonomis mereka. Namun kedua asumsi ini empiris sifatnya, dan bukti menunjukkan bahwa hal itu keliru. Praktek dalam ilmu ekonomi neo-klasik amat toleran pada astirnsi-asumsi empiris ad hoc seperti ini tanpa memberikan dukungan bukti empiris yang diperlukan.
Berkenaan dengan argumen kedua, para ekonom tingkah-laku berusaha menemukan mekanisme-mekanisme aktual yang melandasi keputusan-keputusan ekonomis sebagai tujuan utama ilmu ekonomi. Persis seperti biologi molekuler yang mencari penjelasan atas proses-proses kehidupan dalam bentuk kimia dan fisikanya, ilmu ekonomi positif mencari penjelasan tingkah-laku perusahaan dan individual dalam bentuk hukum-hukum psikologisnya. Asumsi-asumsi seolah-olah yang mengabaikan batas-batas komputasional dan ilmu pengetahuan atas aktor manusia tidak dapat menjadi dasar untuk memahami tingkah-laku berkenaan dengan pilihan ekonomi. Di sisi negatifnya, ilmu ekonomi tingkah-laku ingin mengganti asumsi-asumsi pokok dan tambahan dari teori ekonomi klasik yang kedengarannya tidak empiris itu, dan menantang kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari teori yang tergantung pada asumsi-asumsi itu. Di sisi positifnya, ilmu ekonomi tingkah-laku berniat membangun secara empiris teori pengambilan keputusan manusia.
Teori-teori tirigkah-laku Teori tingkah-laku dalam ilmu ekonomi lebih meniru teori dalam biologi ketimbang fisika. Dalam ekonomi bukan tidak banyak fenomena pokok yang harus dijelaskan, bahkan jumlahnya amat besar dan saling berinteraksi menghasilkan tingkah-laku tertentu dari setiap sistem ekonomi. Fenomena tersebut muncul dengan dilandasi oleh sekian proses yang memiliki mekanisme-mekanisme yang interdependen. Secara khusus, teori ini sifatnya lebih induktif ketimbang deduktif, karena diangkat dari penelitian empiris. Kini telah ada teori tingkah-laku ekonomi manusia yang cukup substansial dan didukung data-data yang ekstensif. Salah satu bagian dari teori tingkah-laku menjelaskan fenomena yang sama sekali bergantung pada asumsi-asumsi rasionalitas (Simon 1979).
Sebagai misal, observasi menunjukkan bahwa ada hubungan rata-rata antara gaji eksekutif dengan besarnya perusahaan (besarnya gaji berbanding lurus dengan ukuran perusahaan) dapat diuraikan berdasarkan perbandingan rentang tanggung-jawab eksekutif itu (jumlah bawahan langsung per eksekutif) dan semacam norma sosial yang mengatur rasio gaji di tingkat organisasi. Teori neo-klasik menerangkan hubungan ini hanya dengan membuat asumsi ad hoc yang kasar tanpa pengujian mengenai distribusi kemampuan para eksekutif. Demikian pula dengan distribusi tingkat ukuran perusahaan yang sifatnya logaritmis, diuraikan berdasarkan asumsi bahwa rata-rata tingkat pertumbuhan perusahaan tidak ada hubungannya dengan ukuran perusahaan itu sekarang . Literatur neo-klasik Lmenjelaskan distribusi ini dengan asumsi-asumsi yang berlawanan dengan kenyataan bahwa ongkos produksi berubah sesuai besarnya perusahan. Bagian lain dari teori tingkah-laku ini berupaya menjelaskan motivasi-motivasi manusia yang melandasi pengambilan keputusan dalam ekonomi, dan keadaan-keadaan yang secara khusus memotivasi kemunculannya. Hal yang amat penting adalah bukti bahwa manusia kadangkala bertindak altruistik, khususnya dengan mengacu kepada kelompok-kelompok sosial tertentu, mulai dari keluarga dan organisasi bisnis hingga kelompok nasional dan etnis.
Akibatnya, Saya menjadi 'Kita' dan evaluasi atas alternatif-alternatif adalah menurut konsekuensinya pada kelompok tersebut, bukan pada diri sendiri saja. Bagian ketiga dari teori tingkah-laku menjelaskan operasi perusahaan-perusahaan bisnis dan pilihan antara pasar dan perusahaan. Di sini identifikasi organisasional menunjukkan keuntungan komparatif perusahaan terhadap pasar. Mekanisme kedua yang juga penting untuk menghitung efisiensi perusahaan adalah kontrak kerjanya, yang menggeser manajemen ketidakpastian dari atasan kepada pekerja di mana keputusan-keputusan lebih besar konsekuensinya pada perusahaan ketimbang sang atasan. Perhatian khusus diberikan kepada aliran informasi, selain dari informasi harga, yang diperlukan untuk memutuskan masalah-masalah ekonomi. Aliran-aliran ini juga memiliki dampak yang kuat terhadap pilihan antara pengaturan organisasional atau pasar. Di tingkat yang lebih abstrak yang ditarik antara sudut pandang neo-klasik dan tingkah-laku, adalah ilmu ekonomi 'institusional-baru' (Williamson 1975) yang menjelaskan pilihan antara pengaturan biaya transaksi dan biaya oportunisme (kondisi-kondisi kontrak yang tak bisa dipaksakan) lewat intra-perusahaan atau lewat antar-perusahaan.
Bagian keempat dari teori tingkah-laku menjelaskan rasionalitas dalam pengambilan keputusan ketika orang menghadapi keterbatasan informasi dan keterbatasan kemampuan untuk memperhitungkan konsekuensi-konsekuensinya (rasionalitas terbatas). la mempelajari fokus perhatian (bagian kecil dari keseluruhan konteks keputusan yang benar-benar menjadi bahan pertimbangan); bagaimana masalah-masalah yang muncul dalam agenda ditampilkan dan disusun; proses-proses untuk mencari solusi masalah (proses perancangan); dan bagaimana rancangan dan proses pemecahan-masalah diorganisasikan dalam perusahaan bisnis. Konsep-konsep baru telah muncul dari keempat komponen teori ini dan telah diselidiki secara empiris, termasuk peran dalam memuaskan (solusi-solusi yang cukup menarik penampilannya) dan memaksimalkan pengambilan keputusan; pembentukan level-level aspirasi yang menentukan apa yang dianggap cukup baik pengembangan keahlian individual dan organisasional dengan basis dan indeks pengetahuan luas yang membuka pintu kepada pengetahuan lebih jauh rutinisasi pengambilan keputusan dengan menggunakan basis ilmu pengetahuan untuk mengenali situasi-situasi keputusan dan menanganinya berdasarkan aturan, dan banyak lagi.
Metode-metode riset
Karena sifat teori tingkah-laku pada dasarnya adalah empiris, maka wajar kalau banyak perhatian dicurahkan kepada metode wawancara. Ilmu ekonomi neo-klasik, manakala melakukan verifikasi empiris dalam teori-teorinya, pada umumnya didasarkan pada metode-metode ekonometri yang diterapkan atas setumpuk data. Acapkali data-data tersebut berasal dari proses pengumpulan data yang tujuannya bukan untuk analisis ekonomi. Kendati tidak mengabaikan data semacam itu, para ekonom tingkah-laku berusaha memakai cara yang lebih langsung untuk mengamati proses pengambilan keputusan sesungguhnya dalam berbagai organisasi, seperti yang mereka lakukan dalam kajian mengenai tingkah-laku konsunnen. Dalam hal ini, riset lapangan dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang perkiraan-perkiraan yang telah dibuat dengan informasi awal mengenai jurang kesenjangan antara tingkah-laku sebenarnya dan rasionalitas sempurna. Teknik-teknik baru sedikit demi sedikit dikembangkan untuk observasi langsung atas proses pengambilan keputusan dalam perusahaan-perusahaan bisnis; namun metode-metode yang lebih baik masih diperlukan untuk menyatukan studi-studi kasus yang individual menjadi teori yang lebih umum. Simulasi komputer tentang pemecahan masalah pada individu dan organisasi telah menjadi cara yang penting untuk menguji dan memperkokoh teori. Terakhir, kini semakin berkembang ilmu ekonomi ekperimental, khususnya studi laboratorium tentang pasar. Segenap teknik baru yang telah disempumakan ini membantu berkembangnya pemahaman kita mengenai pengambilan keputusan pada manusia, dan dengan demikian meningkatkan pemahaman mengenai batas-batas rasionalitas manusia dalam kegiatan bisnis di perusahaan, pasar dan perekonomian pada umumnya.
Bagaimana Sebenarnya ilmu ekonomi tingkah-laku itu? (behavioural economics)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.