Sebuah pondok yang didirikan di dekat ladang yang sedang
dikerjakan keluarga-keluarga suku Dayak di Kalimantan. Dangau terletak di
tempat yang subur dan cocok untuk berladang, tetapi kadang, kadang sangat jauh
dari desa asal. Dangau dihuni oleh ayah, ibu dan anak-anak selama masa
mengerjakan ladang. Selama masa itu, rumah mereka di desa terkunci. Karena itu,
selama masa pengerjaan ladang ini, desa umumnya sepi. Sesudah selesai masa
panen, dan pada waktu ada upacara, keluarga kembali ke desa. Pada saat itu,
rumah di desa akan penuh dan ramai. Rumah-rumah permanen di desa tersebut
dinamakan lewu.
Dalam antropologi, keluarga inti yang tinggal di dangau itu
disebut "keluarga dangau". Apabila anak-anak keluarga dangau menikah,
ia akan memisahkan diri untuk membentuk keluarga dangaunya sendiri. Kadang-kadang
pasangan yang baru kawin untuk sementara harus tinggal pada keluarga dangau
salah satu pihak. Selama itu, ada kewajiban melayani mertua dan pada masa itu
pulalah mereka memperoleh bimbingan. Bila masa layanan sudah selesai, pasangan
tersebut akan pergi tanpa berhak membawa barang apapun dari keluarga dangau
yang ditumpanginya.
Adakalanya sejumlah keluarga dangau dari salah satu
lingkungan keluarga lewu dipindahkan lagi ke tempat baru yang lebih subur.
Pengaturan penggunaan hak atas tanah ladang itu diatur oleh lewu, sebagai kesatuan
kekerabatan yang lebih luas. Pemimpin lewu adalah pendiri pertama lewu
tersebut. Selain anggota keluarga batih, seorang ibu yang telah menjanda atau orang
yang telah tua dapat pula ikut tinggal dalam dangau anaknya, untuk menghabiskan
sisa hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.