Tes bakat adalah tugas-tugas baku yang dirancang untuk mengungkapkan kemampuan atau keberhasilan seseorang dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan di masa mendatang. Sejumlah tes telah dikembangkan secara khusus untuk maksud ini (sebagai contoh, tes nama dan nomer yang dipakai dalam ujian pegawai klerikal), dan ada pula yang dipinjam dari tes pendidikan, klinis atau hasil riset (contohnya 16 Personality Factor Questionnairedari Cattel). Tes-tes tersebut bisa dilangsungkan secara berkelonnpok atau perorangan. Jenis tes yang sekarang banyak digunakan adalah tes intelektual, mekanikal, perseptual dan kemampuan motorik, serta tes minat dan bakat. Penyelenggaraan tes seyogyanya relevan dengan pekerjaan. Bukti paling meyakinkan yang sering ditunjukkan adalah kaitan antara hasil tes masuk dan kemampuan pada saat latihan atau dalam pekerjaan (validitas prediktif). Sebagai contoh, Flagan (1948) memperlihatkan dalam salah satu penelitian bahwa tak seorang pun peserta tes bakat pilot dengan nilai skor terendah (peringkat 1) yang lulus dalam pendidikan pilot, sementara para pemegang skor rata-rata (pering-kat 5) lulus 30 persen dan para pemegang skor tertinggi (peringkat 9) lulus lebih dari 60 persen. Ghiselle (1973) menyimpulkan bahwa tes-tes bakat pada umumnya dapat meramalkan dengan baik keberhasilan dalam pendidikan ketimbang dalam kemampuan kerja, tapi untuk setiap jenis pekerjaan ada paling tidak satu macam tes yang lumayan baik meramalkan peluang keberhasilan calon pekerja.
Kombinasi tes dalam satu kesatuan cenderung akan meningkatkan kemampuan prediksi. Hingga tahun 1970-an, secara umum diterima bahwa sebuah tes seyogyanya mampu meramal-kan menurut spesifikasi pemakaian tertentu. Namun kebanyakan psikolog sekarang percaya bahwa validitas bisa digeneralisasi jika spesifikasi tes dan pekerjaannya cukup memadai. Jadi, suatu lembaga tidak perlu lagi tergantung pada hasil risetnya sendiri karena hasil-hasil dari sejum-lah organisasi bisa dikumpulkan menjadi database nasional atau bahkan internasional. Keuntungan finansial suatu organisasi dari tes-tes itu bergantung pada faktor-faktor selain validitas, misalnya seberapa selektif tes itu dalam memilih calon pelamar dan kecocokannya dengan sifat pekerjaan itu sendiri (variasi kinerja dalam bentuk moneter). Pengurangan ongkos atau naiknya keuntungan bisa sangat menakjubkan. Schmidts et. al (1979) menaksir bahwa seleksi untuk pem-rogram komputer dengan menggunakan tes bakat programmer bisa menghasilkan produktivitas senilai 10 juta dolar per tahun bagi pere-konomian AS.
Dewasa ini klan meningkat kritik terhadap tes-tes bakat dalam menyeleksi calon lantaran kecurigaan akan adanya perlakuan tidak adil terhadap kelompok-kelompok minoritas. Sejumlah bukti yang ditampilkan di meja hijau menunjukkan bahwa sebagian riset validitas memang tidak dilakukan dengan semestinya; dengan demikian tes yang digunakan bersifat tidak adil bagi semua calon dan merugikan bagi organisasi. Sejumlah teknik statistik yang tersedia bisa membantu mengevaluasi kejujuran tes, dan kian banyak pengembang dan pemasok test yang menyedia-kan informasi mengenai kinerja berbagai kelompok (berdasarkan geder dan etnisitas, misalnya) dan data-data lain yang relevan dengan aspek keadilan ini. Sebagian besar tes bakat masih dilakukan dengan pensil dan kertas. Hanya sejumlah kecil yang memakai bahan atau alat lain. Perkembang-an terakhir adalah dipakainya versi-versi tes yang terkomputerisasi dan pemberian nilai dengan bantuan komputer. Tampaknya tet-tes yang dirancang untuk memanfaatkan kelebih-an komputer, misalnya tes yang memakai materi-materi dinamis dengan tayangan visual, dan penafsiran hasil tes dengan perangkat lunak komputer, misalnya dengan sistem pakar, akan menjadi hal yang biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.