Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, anomia, yang artinya tanpa hukum, dan mengandung konotasi ketimpangan, keingkaran, ketidakadilan, dan kekacauan (Orru, 19871. Ia muncul dalam bahasa Inggris pada abad ke-16 dan dipakai pada abad ke-77 untuk menyebut pembangkangan terhadap hukum Tuhan. Kata ini muncul kembali dalam bahasa Perancis dalam tulisan Jean-Marie Guyau (1854-1888) yang memberinya konotasi positif. Dan, pandangan yang senada dengan anti-Kantian, Guyau menggagas masa depan ideal dari moral anomie-yakni tidak adanya aturan yang absolut, tetap dan universal-dan religious anomie, melepaskan penilaian individu dari semua keyakinan dogmatik. Dalam sosiologi, anomi mulai dipakai oleh Emile Durkheim, yang mengkritik gagasan Guyau. Tetapi, ia juga menggunakan istilah itu dengan kembali memberinya konotasi negatif, pertama dalam karyanya yang berjudul The Diuision of Labour in Society (1893) dan kemudian dalam Suicide (1897).Istilah ini kemudian dipakai oleh Robert Merton pada 1.930-an, dan sesudah itu istilah tersebut tersebar luas pada 1950-an dan -1,960-an dikalangan sosiolog Amerika yang mempelajari Surcror (bunuh diri), kejahatan, dan penyimpangan (lihat Cntvr RNo unvteNce). Sesudah itu, istilah anomi dipakai untuk menyebut ciri personalitas atau serangkaian sikap (yang makin tidak bisa dibedakan dari Alrr,NRnoN) yang dipakai sebagai ukuran. Makna selanjutnya menjadi makin tidak menentu karena penggunaannya makin tersebar luas di kalangan sosiolog dan psikolog. Dalam proses ini, anomi menjadi "terpsikologisasikan" dan terlepas dari setiap teori masyarakat yang lebih luas. Kisah transmutasi dari penggunaan Durkheim ke Merton dan penerusnya adalah kisah yang menarik. Seperti dikatakan Besnard, anomi yang oleh Durkheim "dikarakteristikkan sebagai keadaan sistem sosial, kemudian diaplikasikan ke situasi aktor individual, atau bahkan ke sikap atau keadaan pikiran". Lebih jauh, konsep kritis masyarakat industri menurut Durkheim diubah menjadi gagasan konservati f yangmerujuk pada maladaptasi terhadap tatanan sosial".(Besnard, '1.987, h. 13). Dalam Diuision of Labour karya Durkheim, "bentuk anomik" dari pembagian kerja adalah sesuatu yang "abnormal". Anomi ini berupa tiadanya perangkat aturan yang mengatur relasi antar fungsi sosial; anomi akan terjadi dalam krisis industri dan perdagangan dan konflik antara buruh dan kapital; dan penyebab utamanya adalah INousrRr.qr-rzATroN yang demikian cepat, sehingga "kepentingan yang saling berkonflik tidak sempar meraih keseimbangan." Setelah pasar makin luas dan industri skala besar bermunculan, akibatnya adalah "mengubah hubungan antata buruh dan majikan." Urbanisasi menyebabkan "kebutuhan buruh makin meningkat". Melalui mekanisasi dan penggantian pabrik kecil oleh pabrik besar (manufacturing), "para buruh dikendalikan" dan dipisahkan dari keluarga dan rekan kerjanya. Terakhir, kerja menjadi kurang bermakna, mereduksi buruh hanya sekadar memainkan "peran mesin" yang tidak menyadari "akan seperti apa pekerjaan yang mereka lakukan itu nantinya" (Durkheim, '1,893, h.305-6). Dalam Suicide, anomi merupakan salah satu penyebab sosial dari bunuh diri, sebuah keadaan lingkungan sosial yang berperan sebagai fungsi yang menaikkan tingkat bunuh diri. Ini adalah keadaan hilangnya keteraturan (deregulation) yang menyebabkan "hasrat individu ... berjalan tanpa ada kendali yang mengatutnya." Dia membedakan dua ienis anomi, ekonomi dan coniugal (konjugal, pertalian suami-istri). Yang pertama adalah runtuhnya kerangka normatif yang diterima yang menstabilisasikan ekspektasi; keruntuhan ini muncul dalam bentuk krisis ekonomi, entah itu dalam bentuk ledakan ekonomi atau keterpurukan ekonomi. Tetapi, dia juga menganggap anomi semacam itu bersifat kronis dalam masyarakat kontemporer di dunia industri dan perdagangan, yang muncul dari penurunan kontrol religius, okupasional dan politik, dan tumbuhnya pasar dan ideologi yang memuja keserakahan, sebuah maladi (penyakit) hasrat tak terbatas, "yang setiap hari diajarkan sebagai tanda kualitas moral," sehingga menghilangkan "aturan yang menyebabkan penderitaan Ikorban]" (Durkheim, 1897, h.258, 256,257). Anomi konjugal, menurutnya, juga kronis, yakni dalam "melemahnya regulasi matrimonial" dari kerangka normatif yang telah diterima yang mengekang keinginan dan mengontrol hasrat. Wujud dan sekaligus penyebabnya adalah perceraian (l bid., 27 1). Anomi menurut Robert Merton tidak sama dengan pandangan Durkheim rentang sifat manusia atau pikirannya tentang diagnosis penyakit sosial dan personal dalam kapitalisme yang makin terindustrialisasikan. Bagi Merton, anomi adalah "keruntuhan dalam struktur kultural, biasanya terjadi ketika ada ketidakselarasan akut antara norma kultural dengan tujuan, dan ketika kapasitas yang terstruktur sosial dari anggota kelompok kultural itu tidak sesuai dengan norma tersebut" (1949, h. L62). Merton menganggap bahwa aspirasi untuk "sukses" (terutama bukan dalam hal materi belaka) merupakan norma yang diajarkan secara universal di Amerika Serikat. Situasi genting yang terstruktur secara sosial, atau anomi, akan terjadi ketika cara-cata yangdiizinkan untuk mencapai sukses itu ternyata tidak tersedia. Ada empat cara untuk beradaptasi dengan ketegangan ini, terlepas dari konformitas dengan tuiuan dan cara-cara yang terinstitusionalisasikan-semu anya adalah bentuk penyimpangan: Inovator (misalnya pencuri profesional, penjahat kerah putih, tukang contek dalam ujian) mengejar suatu tujuan tetapi menolak cara-cara yang telah ditetapkan secara normatif. Ritualis (misalnya birokrat yang mengikuti aturan tetapi tidak peduli pada tujuan yang ditetapkan aturan itu) menjunjung tinggi ketaatan kepada norma dengan mengorbankan tujuan yang ditetapkan secara kultural' Retreatis (misalnya gelandangan, pemabuk berat, dan pecandu narkoba) menarik diri dari "aturan" dengan mengabaikan baik itu tujuan maupun caranya' Pembangkang (misalnya angota gerakan revolusioner) menolak untuk patuh pada sistem kultural dan sosial yang mereka anggap tak adil dan berusaha menata ulang masyarakat dengan sistem baru, dengan tujuan dan sarana baru untuk mencapai tujuan tersebut (Cohen, 1966, 77). Fokus pada norma dan tujuan bersama dan pada penutupan kemungkinan realisasinya yangsah telah menjadi agenda riset yang berlangsung selama beberapa dekade. Tetapi, seperti diamati Besnard, ini pada dasarnya adalah inversi dari gagasan Durkheimian, sebab "sementara, disatu sisi, Durkheim mendeskripsikan individu yang merasa tidak pasti dalam menentukan apa yang akan mereka lakukan saat kemungkinan menjadi makin banyak, di sisi lain Merton menyarakan bahwa aktor merasa yakin akan tujuan yang akan dikejarnya, tetapi aspirasinya itu terhalang oleh situasi yang menutup kemungkinan untuk sukses" (1987 , h. 262).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.